Belajar untuk Apa?

 

Dulu, waktu saya masih mengajar privat, ada seorang murid yang mengajukan pertanyaan menarik: Apa sih yang dibutuhkan pelajar untuk bisa lulus dengan nilai baik?

Waktu itu, saya menjawab dengan beberapa pertanyaan. Mana yang lebih baik, lulus dengan nilai di atas rata-rata atau memahami penyelesaian soal?

Murid saya itu kebingungan.

 

Hal ini jarang sekali diperhatikan pelajar di Indonesia. Mereka hanya punya tujuan mendapatkan nilai bagus supaya dapat pekerjaan yang bonafit. Tidak salah, tapi memang ada hal lain yang musti jadi perhatian pelajar. Tujuan lain. Tujuan-tujuan yang lebih mampu mengeluarkan calon-calon pekerja itu dari sebuah kotak yang menggagalkan mereka untuk melihat bahwa hidup tidak hanya akan berakhir di dalam mencari uang. Di luar konteks dan cara pandang hidup bersifat materialistis yang memang diarahkan oleh banyak orangtua di Indonesia tersebut, mayoritas pelajar Indonesia bahkan tidak tahu tujuannya belajar.

 

Anak-anak dan remaja yang setiap hari bangun pagi dan terkantuk-kantuk dalam menerima suapan ilmu dari guru-guru itu hanya tahu mereka HARUS belajar, tapi tidak mengerti dengan baik alasan mereka harus belajar dan tujuan pembelajaran. Jadilah, mereka ingin lulus dengan nilai yang baik, bukan belajar memahami nilai-nilai serta mengolah pengetahuan yang didapat dengan susah-payah dan harga yang tidak murah. Asal nanti bisa dapat ijazah buat melamar pacar dan/atau perusahaan, keadilan dan kesejahteraan untuk orang lain boleh diabaikan.

Alasan Mengapa Perlu Belajar

Jadi, apa alasan belajar sebenarnya? Ada pandangan menarik yang dipaparkan Paulo Freire dalam buku-buku yang ditulisnya, yakni pendidikan harus menjadi arena pembebasan manusia sehingga mengantar orang menemukan dirinya sendiri untuk kemudian secara kritis, menghadapi realitas sekitarnya dengan kritis dan mengubah dunia secara kreatif. Pandangan lain yang tak kalah menarik dari Bertrand Russel yang menyebutkan pendidikan harusnya membuat manusia mencerminkan lingkungannya dengan tepat lewat pengetahuan yang diperoleh dengan kecerdasan supaya ia melibatkan diri secara emosional dengan cinta, keramahan, dan keadilan pada sesama.

 

Pandangan-pandangan tersebut bila diterapkan dengan baik, akan mampu memperbaiki kualitas pendidikan secara konseptual. Yang pada akhirnya, mengubah fungsi sekolah dari yang tadinya pabrik khusus pencetak calon pekerja (baik berkerah biru maupun berkerah putih) yang terbiasa menghalalkan segala cara untuk meningkatkan nilai ujian tertulisnya semata menjadi pusat pergulatan pemikiran intelektual muda yang kelak akan membawa bangsa dan negara ke arah yang lebih baik.

Tabik.

 

(Redaksi CMedia)